Tampilkan postingan dengan label bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bali. Tampilkan semua postingan

AIR TERJUN CAMPUHAN GITGIT

Sabtu, 17 Juli 2010

Air terjun Gitgit merupakan salah satu pesona wisata yang terdapat di kabupaten Buleleng. BlueBrainers tentu sudah bahkan sering ke sana... :D Waktu tempuh dari Bedugul cuman 1 jam saja.

Salah satu pesona yang ditampilkan di rubrik jepret saat ini bukan air terjun Gitgit... tetapi air terjun Campuhan Gitgit. Letaknya justru lebih dekat dari Bedugul, sekitar 45 menit... hmmm... lokasinya di atas air terjun Gitgit.

Campuhan artinya campur dalam bahasa Bali. Sumber air terjun ini adalah 3 mata air. Tempatnya masih orisinil banget dan masih dikembangkan. Jadi buat BlueBrainers yang ke Bali, daerah ini kudu dijadikan tujuan wisata saat liburan. Pemandangannya??? ... susah diterjemahin dengan kata-kata.... pokoke Te O Pe Be Ge Te!!!! Hmm... mau ke sana? Iloveblue.com Team siap jadi guidenya dech... heheheheh

sumber : www.iloveblue.com
READ MORE - AIR TERJUN CAMPUHAN GITGIT

Mengintip objek wisata religi, Pura Gunung Kawi

Kamis, 08 Juli 2010

Hanya beberapa kilometer dari kawasan wisata Istana Negara Tampak Siring dan Pura Tirta Empul, kita akan melanjutkan jalan-jalan sekaligus photo-photo di objek wisata penuh nilai historis dan spiritual, Pura Gunung Kawi.

Dari artikulasi dapat diuraikan menjadi 2 (dua), yaitu gunung yang berarti tempat yang tinggi, bukit atau tebing dan Kawi berarti kekawin atau sesuatu yang dibuat . Jadi pura Gunung Kawi adalah pura yang dibangun di tebing di sebelah barat sebuah pegunungan dimana pegunungan itu sekarang dikenal dengan nama desa Sebatu. Sebatu berasal dari urat kata Sauh berati terpeleset dan Batu berarti batu atau bebatuan. Konon pada jaman pemerintahan raja Mayadenawa yang sangat bengis dan tidak percaya adanya Tuhan, daerah ini merupakan lintasan pelarian Raja Mayadenawa dengan para pengikutnya menuju desa Taro, setelah terdesak dalam peperangan melawan para dewata yang mengejarnya, begitu pula ketakutan para penduduk asli kepada pengikut raja Mayadenawa, sehingga semuanya lari tunggang langgang dan terpeleset diantara bebatuan pegunungan (Sauh di batu). Sadar akan penduduk asli yang tidak berdosa dalam bahaya, maka dewa Wisnu memberikan sumber kehidupan bagi penduduk yang tidak berdosa dalam wujud air suci. Sebagai ucapan rasa syukur penduduk, maka ditempat ini dibangun pura tempat pemujaan dewa Wisnu yang dikenal dengan nama Pura Gunung Kawi yang dilengkapi dengan pancuran-pancuran beraneka ragam fungsi seperti untuk air suci, mandi dan lain-lain.

sumber : e-kuta.com
READ MORE - Mengintip objek wisata religi, Pura Gunung Kawi

Sejarah Pura Batur

Sebelum letusan Gunung Batur yang dasyat pada tahun 1917, Pura Batur semula terletak di kaki Gunung itu dekat tepi Barat Daya Danau Batur yang merusakkan 65.000 rumah, 2.500 Pura dan lebih dari ribuan kehidupan. Tetapi keajaiban menghentikannya pada kaki Pura. Orang-orang melihat semua ini sebagai pertanda baik dan melanjutkan untuk tetap tinggal disana. Pada tahun 1926 letusan baru menutupi seluruh Pura kecuali “Pelinggih” yang tertinggi, temapt pemujaan kepada Tuhan dalam perwujudan Dewi Danu, Dewi air danau. Kemudian warga desa bersikeras untuk menempatkannya di tempat yang lebih tinggi dan memulai tusag mereka untuk membangun kembali pura. Mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur.

Beberapa lontar suci Bali kuno menceritakan asal mula Pura Batur yang merupakan bagian dari “sad kayangan” enam kelompok Pura yang ada di Bali yang tercatat dalam lontar Widhi Sastra, lontar Raja Purana dan Babad Pasek Kayu Selem. Pura Batur juga dinyatakan sebagai Pura “Kayangan Jagat” yang disungsung oleh masyarakat umum.

Sejarah Pura Batur merupakan persembahan untuk Dewi Kesuburan, Dewi Danu. Dia adalah Dewi dari air danau. Air yang kaya akan mineral mengalir dari Danau Batur, mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya, lambat laun turun ke bumi. Dalam lontar Usaha Bali, salah satu sastra suci yang ditempatkan di pura itu, ada legenda kuno yang melukiskan susunan dari tahta Dewi Danu.

Legenda tersebut diceritakan sebagai berikut :

Pada suatu malam di awal bulan kelima Margasari Dewa Pasupati (Siwa) memindahkan puncak Gunung Mahameru di India dan membaginya menjadi dua bagian. Dibawanya satu bagian dengan tangan kirinya dan yang satunya dengan tangan kanannya. Kedua belahan itu dibawa menjadi tahta. Belahan yang dibawa dengan tangan kanannya menjadi Gunung Agung tahta untuk anaknya, Dewa Putranjaya (mahadewa Siwa) dan yang dibawanya dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur tahta dari Dewi Danu, Dewi Air Danau. Legenda ini menjadikan Gunung terbesar di Bali dan dua elemen simbolis “laki-laki dan perempuan” (Purasa dan Pradana) atau dua asal mula manifestasi dari sumber; Tuhan (Ida Sang Hyang Wishi Wasa).

sumber : e-kuta.com
READ MORE - Sejarah Pura Batur

Wisata ke Pura Goa Lawah


Perjalanan kita ke Klungkung kali ini akan mengunjungi salah satu tempat wisata di Bali dan dikenal juga sebagai pura yang bernilai sejarah, apalagi kalau bukan pura Goa Lawah. Lawah berarti kelelawar. Di Bali Pura Goa Lawah merupakan Pura untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Pura Goa Lawah di

Desa Pesinggahan Kecamatan Dawan, Klungkung inilah sebagai pusat Pura Segara (pura laut) di Bali untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Dalam Lontar Prekempa Gunung Agung diceritakan Dewa Siwa mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menyelamatkan bumi. Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa Wisnu menjelma sebagai Naga Basuki. Dewa Iswara menjadi Naga Taksaka. Naga Basuki penjelmaan Dewa Wisnu itu kepalanya ke laut menggerakan samudara agar menguap menajdi mendung. Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan yang lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan dengan Pura Goa Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai Gunung Agung. Pusat ekornya itu di Pura Goa Raja, salah satu pura di kompleks Pura Besakih. Karena itu pada zaman dahulu goa di Pura Goa Raja itu konon tembus sampai ke Pura Goa Lawah.

Karena ada gempa tahun 1917, goa itu menjadi tertutup.

Keberadaan Pura Goa Lawah ini dinyatakan dalam beberapa lontar seperti Lontar Usana Bali dan juga Lontar Babad Pasek. Dalam Lontar tersebut dinyatakan Pura Goa Lawah itu dibangun atas inisiatif Mpu Kuturan pada abad ke XI Masehi dan kembali dipugar untuk diperluas pada abad ke XV Masehi.

Dalam Lontar Usana Bali dinyatakan bahwa Mpu Kuturan memiliki karya yang bernama ”Babading Dharma Wawu Anyeneng’ yang isinya menyatakan tentang pendirian beberapa Pura di Bali termasuk Pura Goa Lawah dan juga memuat tahun saka 929 atau tahun 107 Masehi. Umat Hindu di Bali umumnya melakukan Upacara Nyegara Gunung sebagai penutup upacara Atma Wedana atau disebut juga Nyekah, Memukur atau Maligia. Upacara ini berfungsi sebagai pemakluman secara ritual sakral bahwa atman keluarga yang diupacarai itu telah mencapai Dewa Pitara. Upacara Nyegara Gunung itu umumnya di lakukan di Pura Goa Lawah dan Pura Besakih salah satunya ke Pura Goa Raja.

Pura Besakih di lereng Gunung Agung dan Pura Goa Lawah di tepi laut adalah simbol lingga yoni dalam wujud alam. Lingga yoni ini adalah sebagai simbol untuk memuja Tuhan yang salah satu kemahakuasaannya mempertemukan unsur purusa dengan predana. Bertemunya purusa sebagai unsur spirit dengan predana sebagai unsur materi menyebabkan terjadinya penciptaan. Demikiankah Gunung Agung sebagai simbol purusa dan Goa Lawah sebagai simbol pradana. Hal ini untuk melukiskan proses alam di mana air laut menguap menjadi mendung dan mendung menjadi hujan. Hujan ditampung oleh gunung dengan hutannya yang lebat. Itulah proses alam yang dilukiskan oleh dua alam itu. Proses alam itu terjadi atas hukm Tuhan. Karena itulah di tepi laut di Desa Pesinggahan dirikan Pura Goa Lawah dan di Gunung Agung dirikan Pura Besakih dengan 18 kompleksnya yang utama. Di Pura itulah Tuhan dipuja guna memohon agar proses alam tersebut tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya. Karena dengan berjalannya proses itu alam ini tetap akan subur memberi kehidupan pada umat manusia.

Pujawali atau piodalan di Pura Goa Lawah ini untuk memuja Bhatara Tengahing Segara dan Sang Hyang Basuki dilakukan setiap Anggara Kasih Medangsia. Di jeroan (bagian dalam) Pura, tepatnya di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan Sang Hyang Tunggal. Ada Meru Tumpang Tiga sebagai pesimpangan Bhatara Andakasa.

Ada Gedong Limasari sebagai Pelinggih Dewi Sri dan Gedong Limascatu sebagai Pelinggih Bhatara Wisnu. Dua pelinggih inilah sebagai pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Basuki dan Bhatara Tengahing Segara.

sumber : e-kuta.com

READ MORE - Wisata ke Pura Goa Lawah