JIKA di sekitar Rusia ada Laut Hitam, maka di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, ada Danau Air Hitam. Bukan didramatisir, tetapi hitam dalam arti yang sebenarnya hitam. Air danau ini persis seperti air kopi yang hitam pekat, atau aspal cair yang berwarna hitam legam namun tidak kental.
DITERPA sinar matahari, air danau ini semakin indah mengilat hitam. Pada sore hari ketika langit berwarna jingga dan matahari akan terbenam, keindahan danau semakin memesona karena warna langit sangat kontras dengan warna danau yang hitam pekat.
Hitamnya air danau ini bukan akibat pencemaran limbah seperti di Jakarta, tetapi terbentuk secara alami dari lahan gambut yang ada di sekelilingnya. Lahan gambut berupa ranting, dahan, dan akar tanaman yang membusuk, menyimpan air terutama air hujan dalam jumlah yang melimpah dan sebagian rembesannya mengalir ke danau.
Karena berasal dari rendaman akar tanaman selama ratusan tahun dan bahkan ribuan tahun, maka air Danau Hitam berkhasiat mirip jamu. Bahkan, khasiatnya boleh diadu dengan jamu-jamu tradisional hasil racikan para ahli sekalipun. Jika jamu hasil racikan ampasnya mengendap saat disimpan dalam gelas selama beberapa menit, maka air danau yang berwarna hitam pekat ini sama sekali tidak memiliki ampas. Meski disimpan dalam gelas selama berhari-hari, air danau tetap berwarna hitam dan tanpa ampas.
Ini menunjukkan, warna hitam dari tanah gambut sudah benar-benar larut dan menyatu dalam air. Persis seperti gula yang larut dalam air dan sama sekali tidak terlihat lagi bentuknya.
Soal khasiat, penduduk percaya air danau yang terbentuk dari rendaman akar berbagai pepohonan ini bisa menambah kekuatan tubuh. Hal ini dibuktikan sendiri penduduk yang bermukim di sekitar danau. Meski sudah memiliki cucu dan bahkan cicit yang menunjukkan usianya sudah sepuh, mereka masih tetap kuat berjalan puluhan kilometer, mendayung dan bahkan memikul kayu bakar setiap hari.
Bukan keinginan semata meminum air danau yang berwarna hitam pekat ini, namun tidak ada alternatif lain. Di sekitar lahan gambut, sangat sulit mencari air jernih apalagi beningnya seperti air mineral. Satu-satunya yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari minum, memasak, dan mandi adalah air gambut yang berwarna hitam.
Namun percayalah, air gambut yang berwarna hitam itu jika diminum siapa pun tidak akan sakit perut meski diminum langsung dan tanpa dimasak lebih dulu.
DANAU Air Hitam yang luasnya sekitar 250 hektar, bentuknya seperti waduk yang berada di aliran Sungai Mentangai yang membelah Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Penduduk sekitar menyebutnya sebagai Danau Bagantung yang artinya danau yang bergantung.
Dikatakan demikian, karena di tengah danau ada pulau yang luasnya sekitar 10 hektar dan banyak ditumbuhi tanaman rasau atau semacam pandan yang berduri dan akarnya menjalar ke mana-mana. Pulau ini berupa lahan gambut yang terbentuk dari akar tanaman serta ranting pohon yang membusuk. Jika diibaratkan, pulau ini seperti sabut kelapa ukuran raksasa yang mengapung di atas air.
Pulau berupa lahan gambut yang terdiri atas ranting dan akar tanaman ini, tidak menghunjam ke dalam tanah tetapi seperti "mengapung" di tengah danau. Di atas pulau, berdiri kokoh sebuah pohon yang menjulang tinggi dan daunnya sangat rimbun. Jika angin berembus kencang, ajaibnya danau ini bergerak sesuai arah angin.
Siapa pun yang melihatnya, akan takjub karena pulau yang menyerupai sabut kelapa atau perahu raksasa itu bergerak diembus angin, sedangkan pohon yang menjulang tinggi ibarat "layar" yang mendorong pulau tatkala angin berembus kencang. Sungguh keajaiban alam yang sangat luar biasa.
Saat pulau bergerak mengikuti arah angin, binatang yang berada di pulau tersebut seperti monyet ekor panjang, owa-owa, dan siamang, berloncatan di atas pohon sambil berteriak-teriak. Begitupun burung-burung yang berada di pulau tersebut, beterbangan dan berceloteh nyaring.
DANAU Bagantung atau Danau Air Hitam, jaraknya sekitar 250 kilometer dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Untuk menuju danau ini, angkutan darat hanya bisa sampai Kota Kuala Kapuas yang jaraknya sekitar 45 kilometer dari Banjarmasin atau "Kota Seribu Sungai" tersebut.
Dari Kota Kuala Kapuas kemudian melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Mentangai, yang jaraknya sekitar 85 kilometer menggunakan long boat menyusuri Sungai Kapuas yang lebarnya sekitar 500-600 meter. Selama perjalanan hampir dua jam tersebut, pemandangan khas sungai yang sangat menakjubkan, sudah bisa dinikmati.
Rumah-rumah panggung serta rumah lanting atau rumah kayu yang mengapung di atas air, berjejer di pinggiran sungai. Rumah makan, stasiun pengisian bahan bakar, bengkel long boat hingga anak-anak yang sedang bermain di air, bisa disaksikan di sepanjang sungai. Di beberapa ruas sungai, juga bisa terlihat hutan-hutan yang sudah rusak di sana-sini.
Sesampainya di Kota Kecamatan Mentangai, kendaraan air harus ganti dari long boat menjadi kelotok atau perahu bermesin tunggal yang lebih cocok untuk sungai kecil dan dangkal. Kelotok berkapasitas lima penumpang ini selanjutnya menyusuri Sungai Mentangai yang lebarnya sekitar 4-25 meter, sejauh 125 kilometer yang ditempuh sekitar empat jam.
Di sinilah wisata petualangan mulai bisa dinikmati. Di muara sungai atau titik pertemuan antara Sungai Mentangai dan Sungai Kapuas, air sungai masih berwarna coklat keruh penuh lumpur. Rumah-rumah penduduk yang berada di tepi sungai pun, masih banyak dijumpai.
Namun, hanya sekitar tiga kilometer dari muara Sungai Mentangai ke arah hulu, air sungai sudah mulai berwarna hitam dari rembesan lahan gambut. Rumah penduduk pun sudah tidak dijumpai lagi.
Air sungai yang berwarna hitam, sangat kontras dengan pemandangan sekitarnya yang ditumbuhi pepohonan hijau, terutama pohon pandan yang berduri.
Akar pohon pandan yang menjalar ke mana-mana di bawah air, terkadang menjerat baling-baling perahu sehingga perahu terhenti. Namun di sinilah asyiknya. Saat perahu atau kelotok berhenti, orang leluasa mengarahkan kamera untuk memfoto monyet ekor panjang, owa-owa, siamang, dan beragam burung yang berloncatan di dahan pohon.
Jeritan owa-owa, siamang, dan nyanyian merdu berbagai jenis burung, seolah menjadi musik penghibur selama perjalanan. Rasa lelah dan letih juga hilang begitu melihat tingkah monyet ekor panjang yang bercanda dengan lucunya di atas pepohonan.
Ketika perjalanan dilanjutkan, tantangan alam lebih mengasyikan. Daun pandan sering kali sangat rendah, cuma sekitar 50 sentimeter di atas permukaan air sehingga penumpang perahu harus menunduk agar tak tergores duri pandan yang tajam. Namun menunduk pun tidak menjamin kulit tidak tergores, sehingga sebaiknya saat melakukan perjalanan menggunakan jaket dan topi untuk mencegah dari goresan duri.
Masalah haus tak perlu dipersoalkan, karena air gambut yang berwarna hitam dan rasanya tawar, sangat layak untuk diminum. Karena air gambut tingkat keasaman atau PH-nya sangat tinggi, tak ada bakteri yang bisa hidup sehingga air tersebut bisa langsung diminum dari sungai.
Bukan itu saja, rasa lelah dan letih saat melakukan perjalanan langsung hilang begitu menyaksikan keindahan Danau Bagantung atau Danau Air Hitam. Jika sabar menunggu sampai angin berembus kencang, maka bisa disaksikan keajaiban alam berupa pulau di tengah danau yang bisa berjalan perlahan.
sumber : www.forumbebas.com
1 komentar:
fotonya mana
Posting Komentar